Kesetimbanagan Fasa Sistem Tiga Komponen




 Kesetimbangan antara beberapa fasa dapat dinyatakan dengan besaran- besaran intensif T (suhu), P (tekanan) dan μ (potensial kimia). Kriteria suatu kesetimbangan diperlihatkan oleh perubahan energi bebas Gibbs (ΔG) yang dinyatakan melalui persamaan : 

Dengan μ adalah  potensial kimia. Pada keadaan setimbang, potensial kimia suatu komponen adalah sama pada setiap fasa.
Kesetimbangan fasa dikelompokan menurut jumlah komponen penyusunnya yaitu sistem satu komponen, dua komponen dan tiga komponen. Pemahaman mengenai perilaku fasa berkembang dengan adanya aturan fasa Gibbs. Sedangkan persamaan Clausius dan persamaan Clausius Clayperon menghubungkan perubahan tekanan kesetimbangan dan perubahan suhu pada sistem satu komponen. Adanya penyimpangan dari sistem dua komponen cair- cair ideal konsep sifat koligatif larutan dapat dijelaskan.
A.      ISTILAH DALAM KESETIMBANGAN FASA
1.   Fasa (P)
Sering istilah fasa diidentikkan dengan wujud atau keadaan suatu materi, misalnya es berwujud padat, air berwujud cair atau uap air yang berwujud gas. Konsep ini tidak benar karena sistem padatan dan sistem cairan dapat terdiri dari beberapa fasa. Sedangkan gas cenderung bercampur sempurna sehingga dalam sistem gas hanya terdapat satu fasa. Fasa dapat didefinisikan sebagai setiap bagian sistem yang :
a.       homogen dan dipisahkan oleh batas yang jelas
b.      sifat fisik dan sifat kimia berbeda dari bagian sistem lain
c.       dapat dipisahkan secara mekanik dari bagian lain sistem itu
Contoh   sistem satu fasa : Dua cairan yang bercampur homogeny
sistem 2 fasa : cairan polar (misal air) dan non polar (misal :minyak)
sistem belerang padat (monoklin dan rombik) 
sistem 3 fasa : es, uap air dan air






2.   Komponen (C)
Jumlah komponen suatu sistem dinyatakan sebagai jumlah meinimum spesi kimia yang membentuk sistem tersebut yang dapat menentukan susunan setiap sistem fasa sistem.
Contoh                                                
                         jumlah komponen C=1





jumlah komponen C = 3 untuk perbandingan mol N2 dan H2 ≠ 1:3
jumlah komponen C = 2 bila perbandingan mol N2 : H2 = 1 : 3

3.    Derajad Kebebasan (F)
Derajad kebebasan (F) dari suatu sistem setimbang merupakan variabel intensif independen yang diperlukan untuk menyatakan keadaan sistem tersebut. Untuk menentukan derajad kebebasan dibutuhkan aturan fasa.

4.    Aturan Fasa
Aturan fasa mengatur hubungan antara jumlah komponen, jumlah fasa dan derajad kebebasan suatu sistem. Menurut aturan fasa:


 
……………………………………………………………………………………… (2)

B. SISTEM TIGA KOMPONEN
Sistem tiga komponen mempunyai derajad kebebasan F = 3-P, karena tidak mungkin membuat diagram dengan 4 variabel, maka sistem tersebut dibuat pada tekanan dan suhu tetap. Sehingga diagram hanya merupakan fungsi komposisi. Harga derajat kebebasan maksimal adalah 2, karena harga P hanya mempunyai 2 pilihan 1 fasa yaitu ketiga komponen bercampur homogen atau 2 fasa yang meliputi 2 pasang misibel. Umumnya sistem 3 komponen merupakan sistem cair-cair- cair. Jumlah fraksi mol ketiga komponen berharga 1. Sistem koordinat diagram ini digambarkan sebagai segitiga sama sisi dapat berupa % mol atau fraksi mol ataupun % berat seperti gambar 6 berikut :


 

Gambar 1. Sistem koordinat segitiga dalam sistem 3 komponen
Titik G mempunyai koordinat 25 % mol A, 10 % mol B dan 65 % molC. Titik G dapat dibuat dengan memotongkan garis yang mempunyai komposisi 25 % mol A A B C G 22 yaitu garis sejajar BC, 10 % mol B yaitu garis sejajar AC dan garis sejajar AB dengan % mol 65 %.



Gambar 2 adalah contoh diagram fasa 3 komponen cair- cair sistem aseton- air – eter pada 30 0C, 1 atm dengan koordinat persen mol . Daerah di bawah kurva adalah daerah 2 fasa yaitu air- aseton dan eter- aseton. Dalam gambar terlihat pada komposisi ekstrem air dapat bercampur sempurna dengan eter. Sedangkan aseton dapat bercampur homogen baik dengan air maupun eter.


 




Gambar 2. Diagram fasa air- eter- aseton


DAFTAR PUSTAKA
Atkins, PW. 1994, Physical Chemistry, 5 th.ed. Oxford : Oxford University Press.
Hiskia Achmad, 1992, Wujud Zat dan Kesetimbangan Kimia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Hiskia Achmad, 1996, Kimia Larutan. Bandung, Citra Aditya Bakti.
 KH Sugiyarto, 2000, Kimia Anorganik I, Yogyakarta : FMIPA UNY,
 M. Fogiel, 1992, The Essentials of Physical Chemistry II, Nex Jersey : Research and Education Association.
Surdia NM, 1980, Kimia Fisika I (terjemahan Robert A. Alberty dan F Daniels), cetakan ke 5, John Willey and Sons.







Dimitri Anggita / 15630112


         

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TITRASI POTENSIOMETRI

TEGANGAN PERMUKAAN CAIRAN DENGAN METODE KAPILER